Yang Tersisa dari Seorang Nurrochim (Pengrajin Gerabah Pemalang)

Ia menuturkan, bahwa dirinya sudah sejak umur 13 tahun menggeluti kerajinan ini, sepertinya lima puluhan tahun saya ada, membuat perkakas dari tanah liat ini.

26 Maret 2022, 19:23 WIB

Nusantarapedia.net — Yang Tersisa dari Seorang Nurrochim (Pengrajin Gerabah Pemalang) – Zaman berjalan adalah suatu keniscayaan, tak ada satu kekuatan pun yang bisa mencegah berubahnya zaman.

Pekunden adalah suatu kampung, di tengah-tengah himpitan di antara perkasanya gedung-gedung pertokoan kota Pemalang. Letak persisnya di belakang deretan pusat perekonomian kota pusere Jawa ini.

Dahulu merupakan pusat kerajinan gerabah, suatu perkakas rumah tangga yang dibuat dari tanah liat. Juga banyak warga Pekunden, menggantungkan hidupnya sebagai kemasan. Kemasan ini adalah istilah buat para pedagang perhiasan emas yang rusak dan atau hilang surat-suratnya.

”Bahkan kami terkadang masih dicemooh pembeli, katanya gerabah itu, kan, bahannya dapat nemu, tidak beli. Saya merasa sakit, Mas,”

Kini para pengrajin berbagai perkakas serta hiasan dari tanah liat, rame-rame tersingkir bergeser ke sebelah utara, Kampung Baru disebutnya, di Jalan Nusa Indah, Pelutan, Pemalang, generasi  pembuat kerajinan gerabah masih ditemukan. Ada satu dua yang masih bertahan hingga kini.

Salah satunya bernama Nurochim atau lebih akrab biasa dipanggil Rochim. Pria paruh baya, yang berpindah dari kampung Pekunden menempati Kampung Baru, di Jalan Nusa Indah Rt 08/Rw 08 Pelutan, Pemalang. Sejak tahun 2004 ia menempati kampung ini.

Di mana buat kehidupan sehari-hari, menopang ekonomi keluarganya, ia menjadi pengrajin sekaligus penjual perkakas dan hiasan rumah dari tanah liat. Seperti pot tanaman, vas bunga, kendi, jambangan, poci dan masih banyak lainnya, yang semua terbuat dari bahan tanah liat.

Di sela-sela istirahat mengaduk olahan tanah liat serta pasir laut, saat ditemui tim Nusantarapedia.net, ia menuturkan, bahwa dirinya sudah sejak umur 13 tahun menggeluti kerajinan ini, sepertinya lima puluhan tahun saya ada, membuat perkakas dari tanah liat ini.

“Sekarang tidak seperti dulu, Mas. Perkakas dari plastik banyak merebut pangsa gerabah, masyarakat sudah lama berpindah memakai perkakas dari bahan plastik, sehingga kami mungkin sisa dari warga yang masih suka menggunakan gerabah,” ungkapnya.

Rochim menambahkan, ”Bahkan kami terkadang masih dicemooh pembeli, katanya gerabah itu, kan, bahannya dapat nemu, tidak beli. Saya merasa sakit, Mas,” ucap Rochim keliatan marah.

“Sedangkan dari pemerintah daerah sendiri jarang memperhatikan nasib kami, pengrajin gerabah, sehingga kami terkadang kesulitan bahan baku yang harus dibeli. Seperti tanah sawah dan pasir laut. Kami berharap dinas terkait bisa memperhatikan nasib kami,” ucap Rochim mengakhiri ceritanya. (Ragil74)

Senyum di Tengah Banjir Kalideres
Ngadhang-adhang Rezeki
Pedagang Salak Pondoh, Sleman Yogyakarta

Terkait

Terkini