Yang Tua Yang Tetap Bekerja, Mbah Rustam Setia Menjual Mainan Kitiran
- Kultur bekerja diciptakan oleh kolonial, bahwa tanpa bekerja, maka tidak bisa makan. Tanpa bekerja tidak bisa hidup, bekerja dipersepsikan sebagai buruh. "Ora obah ora mamah" -

Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — Yang Tua Yang Tetap Bekerja, Mbah Rustam Setia Menjual Mainan Kitiran
ANGKA usia harapan hidup adalah salah satu indikator kesehatan, yang mana jelas terkorelasi dengan tingkat kesejahteraan individu. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), angka harapan hidup (AHH) penduduk Indonesia sebesar 73,5 tahun pada 2021.
Sedangkan usia pensiun bagi pegawai negeri pada usia 58-60 tahun, bahkan ada yang 53 tahun di beberapa bagian, atau untuk pegawai swasta hingga usia 65 tahun.
Urusan bekerja, seperti etos dan semangat kerja bagi rerata masyarakat Nusantara, atau Jawa khususnya sangat tinggi. Wajar demikian, sedikitnya ada faktor yang melatarbelakanginya, yaitu soal kultur dan keadaan.
Kultur bekerja diciptakan oleh kolonial, bahwa tanpa bekerja, maka tidak bisa makan. Tanpa bekerja tidak bisa hidup, bekerja dipersepsikan sebagai buruh. “Ora obah ora mamah” begitulah pepatah Jawa mengatakan. Sampai-sampai usia yang seharusnya untuk beristirahat dalam masa pensiun, harus dilakukan dengan bekerja, meski punya dan tidak punya duit, meski sudah tua. Prinsipnya, bekerja dan bekerja, adalah keharusan dengan tanpa memandang hak-hak hidup, tidak memperhatikan aspek kemanusiaan.
Bekerja adalah tuntutan, karena jika tidak bekerja, tidak menghasilkan duit, maka akan membuat kacau tata laksana hidup. Akhirnya bekerja (pekerjaan) adalah tujuan utama, atas tuntutan oleh sebab keadaan. Keadaan yang miskin, kekurangan, dsb.
Bekerja dalam hal ini mencari uang, apakah itu bekerja dalam penafsiran sebagai boss atau buruh, seyogyanya harus memperhatikan durasi waktu bekerja dan umur.
Yah, mestinya, Nusantara yang super kaya ini, masyarakatnya cukup bekerja selama enam bulan saja, separuhnya untuk piknik, juga untuk mengembangkan potensi diri. Mestinya lagi, entah itu berdagang atau buruh atau pekerjaan lainnya, umur 60 tahun sudah harus benar-benar istirahat. Usia maksimal 60 tahun sudah tidak digunakan untuk berfikir lagi soal biaya kesehatan, pendidikan, dan utamanya biaya makan. Mengapa demikian, perlu diingat bahwa usia angka harapan hidup saja hanya sampai umur 76 tahun.
Di sinilah sebenarnya, kultur etos kerja yang super kerja keras telah dimanfaatkan oleh kapitalisme – neoliberalisme untuk mencetak buruh pada individu usia muda. Akhirnya, banyak usia tua yang pada akhirnya masih pontang-panting kesana-kemari demi menyambung hidup. Pun ditambah kebiasaan etos kerja tinggi akibat penjajahan.

Ialah Rustam, pak tua berumur 76 tahun ini, di usia senjanya, bukan suatu halangan untuk menjemput rejeki dari Sang Illahi. Rustam, seorang warga Kelurahan Kebondalem, Kecamatan Pemalang kota, dalam usianya yang terbilang uzur, serta telah melampaui AHH, masih tetap setia berjualan mainan kitiran atau slepetan di Alun-alun kota Pemalang.
Saat ditemui awak media, bapak enam orang anak dan belasan cucu ini, terdengar masih lantang menawarkan mainan jualannya di jalan R.E. Martadinata, sebelah utara Alun-alun.
Tangannya yang sudah keriput, namun masih tegar memutarkan kitiran/slepetan yang terbuat dari mika plastik berwarna-warni, sesekali berteriak lantang menawarkan jualannya kepada para pejalan kaki yang membawa anaknya.
“Saya berjualan mainan sejak muda, sekitar 50-an tahun ada mas,” kata Rustam.
Masih menurutnya, “Yang namanya rejeki, ya terkadang 10 sampai 20 kitiran saya terjual dari pagi sampai siang mas,” imbuhnya.
Rustam menuturkan, mainan kitiran yang dijualnya, dari kulakan di toko mainan. Karena terbatasnya modal membuat Rustam hanya mampu menjual mainan kitiran saja.
Dirinya punya keinginan untuk lebih banyak lagi kulakan (belanja) aneka mainan anak-anak, agar lebih banyak pilihan dagangan.
“Saya mau minta sama anak, ngga enak malah ngrepotin, toh anak-anak saya juga punya tanggungan sendiri, jadi saya menghindari untuk menyusahkan anak,” kata Rustam tegas.
Seorang pembeli mainan kitirannya, Ayu (25) warga Wanarejan utara mengatakan, “Saya setiap minggu jalan-jalan sama anak, selalu melihat mbah Rustam rutin berjualan, ini saya beli dua seharga 10 ribu,” kata Ayu.

Masa tua, dimana kebanyakan orang menikmati masa pensiun dalam bekerja, lain dengan Rustam, lelaki tua yang kokoh ini tetap semangat mengais sisa rejeki di usia senjanya.
Tak ada penyesalan yang terlihat dari balik wajahnya yang keriput, tangan dan kakinya tetap bergerak walau pelan, menyongsong anugerah dari Tuhan. (Ragil74)
Tugu Gerobak Nasi Goreng, Monumen Pejuang Nafkah, Lambang Persatuan Pedagang Nasgor Perantauan
Terlelap
Buyung, Pengemis Berkaki Buntung
Untuk Sesuap Nasi dengan Mengamen, Si Kecil yang Sedang Sakit Dibawanya
Inilah 23 Daerah UMK Terendah di Pulau Jawa, Bagaimana Pelaku Usaha Melihat Ini
Inilah 23 Daerah UMK Tertinggi di Jawa, Rekomendasi Pencari Kerja Wajib Tahu!