YEU Fasilitasi Penyusunan Kajian Risiko Bencana Di 3 Desa Dampingan, Pronojiwo, Lumajang

Kajian risiko bencana partisipatif, dilakukan untuk menjawab kebutuhan upaya mewujudkan desa yang tangguh bencana.

20 Juni 2022, 11:10 WIB

Nusantarapedia.net, Lumajang, Jawa Timur — YAKKUM Emergency Unit (YEU) adalah lembaga swadaya masyarakat berkantor pusat di Yogyakarta, dengan mandat untuk melakukan emergency response dan kesiapsiagaan bencana.

YEU hadir di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang paska erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada 4 Desember 2021, untuk menjalankan program terkait peningkatan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat, dukungan psikososial awal, dan dukungan pemulihan mata pencaharian masyarakat yang difokuskan di 3 desa dampingan.

YEU mendapatkan dukungan pendanaan dari mitra Center for Disaster Philanthropy (CDP) untuk melaksanakan program paska bencana erupsi Semeru sampai dengan bulan Desember 2022 di desa-desa di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, yaitu Sumberurip, Supiturang dan Oro-Oro Ombo.

Di bulan Juni 2022, kegiatan kajian risiko bencana partisipatif dilaksanakan oleh YEU di 3 desa dampingan. Kegiatan tersebut melibatkan keterwakilan aparat desa, relawan, dan masyarakat. Kegiatan ini juga melibatkan BMKG Malang sebagai narasumber pengantar di hari pertama kegiatan, menjelaskan perubahan iklim, dampak, dan upaya adaptasinya.

Kajian risiko bencana partisipatif, dilakukan untuk menjawab kebutuhan upaya mewujudkan desa yang tangguh bencana. Berdasarkan hasil penilian ketangguhan desa partisipatif yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya, desa belum memiliki dokumen kajian risiko. Kegiatan ini menjadi komitmen YEU bersama dengan pemerintah desa dampingan untuk terwujudnya desa tangguh bencana.”

“Kegiatan akan dilaksanakan di setiap desa selama 2 hari, seperti saat ini di desa Oro Oro Ombo pada 13-14 Juni, selanjutnya di desa Sumberurip pada 15-16 Juni dan di desa Supiturang pada 20-21 Juni 2022. YEU menjalankan mandat program di Lumajang dengan dukungan pendanaan dari mitra Center for Disaster Philanthropy (CDP),” disampaikan Eli Sunarso fasilitator kajian risiko bencana di desa Oro-Oro Ombo dalam pengantarnya.

Di tambahkan Eli dalam penjelasannya ;

“Kegiatan ini harapannya akan dapat menghasilkan dokumen pembelajaran yang dapat menjelaskan tentang potensi ancaman bencana, kerentanan, dan kapasitas apa yang ada di desa. Selanjutnya, kajian risiko bencana dapat menjadi dasar untuk menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Hal ini sesuai dengan UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bahwa penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana harus di awali dengan proses kajian risiko bencana.”

Kajian risiko bencana dilakukan secara partisipatif dan memastikan pelibatan/keterlibatan keterwakilan masyarakat termasuk kelompok rentan, seperti lansia dan disabilitas. Masyarakat sebagai pelaku dan sumber informasi utama dalam kajian. Sebagai informasi, bahwa sebelumnya juga dilakukan kajian kebutuhan dukungan psikososial bagi kelompok rentan khususnya lansia, disabilitas, dan ibu hamil/menyusui paska erupsi oleh YEU bersama kader/relawan psikososial desa. Dokumen kajian risiko bencana adalah milik desa. Proses kajian ini melibatkan BMKG untuk memberikan pemahaman pada kita tentang perubahan iklim, dampaknya, dan upaya adaptasinya”.

Kepala Desa Oro-Oro Ombo menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan YEU di desa dampingan dan berharap kegiatan yang dilaksanakan akan dapat mewujudkan desa yang tangguh bencana.

“Kami sangat berterima kasih pada YEU, dan dengan kegiatan kajian risiko yang dilakukan ini semoga akan dapat membantu desa kita menjadi semakin lebih tangguh bencana. Mohon semua peserta yang terlibat pada kegiatan selama 2 hari ini, untuk secara serius mengikuti” demikian di tegaskan Kepala Desa Suwarno dalam pembukaan kegiatan Kajian Risiko di desa Oro-Oro Ombo.

Dalam pengantar proses kegiatan di hari pertama kajian, narasumber dari BMKG menyampaikan terkait hal perubahan iklim, dampak, dan upaya yang bisa dilakukan. Selain itu, juga diinformasikan hal terkait yang menjadi tugas peran BMKG.

“Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Beberapa contoh kejadian dampak dari perubahan iklim seperti kekeringan yang berkepanjangan, cuaca ekstrim, menurunnya kualitas sumber air karena tingginya curah hujan, tenggelamnya daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, musim hujan dan kemarau yang waktunya mulai tidak menentu,” disampaikan Imam Wahyudi narasumber dari BMKG yang menyampaikan materi di desa Oro-Oro Ombo.

Di tambahkan Imam dalam penjelasannya ;

“Perubahan iklim disebakan oleh letusan gunung api, makin banyaknya industri yang menghasilkan karbondioksida, makin banyaknya produksi ternak yang menghasilkan limbah metana, penebangan pohon secara liar dan alih fungsi lahan berkurangnya ruang hijau. Melakukan penanaman atau reboisasi, mengurangi penggunaan media plastik, berjalan kaki atau bersepeda, maksimalkan kendaraan umum, bijak dan hemat energi seperti BBM atau listrik, adalah contoh sederhana upaya adaptasi yang bisa kita lakukan.”

Lanjut Imam, “Hujan atau cuaca ekstrim terjadi di waktu bulan apa, dan apa ada dampak perubahan iklim pada kesehatan dan pertanian” demikian di tanyakan Hariyono ke salah satu peserta.

“Cuaca ekstrim, misal seperti hujan deras dengan di sertai petir, panas tiba-tiba hujan, angin badai, terjadi di masa peralihan musim. Ada dampaknya pada kesehatan dan kualitas pertanian atau peternakan. Ada baiknya, memanfaatkan informasi perkiraan cuaca BMKG untuk mendukung kegiatan dan matapencaharian, misal di bulan apa sebaiknya menanam padi atau palawija”.

“Misalnya angka kasus kejadian demam berdarah, biasanya akan naik di bulan atau waktu tertentu, makanya dengan informasi perkiraan cuaca akan dapat diantisipasi. Menegaskan, bahwa sampai saat ini, gempa bumi tidak atau belum bisa di prediksi, informasi kejadian besaran dan lokasi kejadiannya dimana disampaikan setelah kejadian. Negara maju dengan alat yang canggih juga belum dapat memprediksi gempa bumi. Bila ada informasi SMS dari pihak tidak bertanggung jawab, misalnya informasi meramalkan kejadian gempa bumi, dipastikan itu hoax dan jangan di teruskan,” demikian di tegaskan oleh Imam di akhir materi sekaligus menjawab konfirmasi dari peserta kegiatan terkait informasi gempa bumi yang seringkali simpangsiur di masyarakat.

Selanjutnya, fasilitator mengajak peserta kegiatan untuk lanjut pada proses kajian risiko bencana, dimana mengajak peserta secara aktif untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang dimiliki desa.

Partisipatory Rurar Apprasial (PRA) atau kajian desa partisipatif menjadi cara pendekatan yang dilakukan dalam kajian risiko bencana di desa. Mengunakan alat atau cara kajian sederhana seperti sejarah desa, kalender musim, analisa 5 asset penghidupan, analisa matapencaharian warga, analisa aktor dan kelembagaan, dan peta desa. Proses diawali dengan penjelasan terkait pengertian, prinsip dan tujuan, dasar regulasi, memahami hubungan bencana dan pembangunan, serta kebijakan, memahami hubungan sebab akibat risiko, ancaman, kerentanan dan kapasitas kajian risiko.

Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok diskusi berdasarkan alat kajian PRA yang digunakan. Sebelum memasuki diskusi kelompok, fasilitator memberikan penjelasan tugas dan hal yang didiskusikan dalam kelompok. Selanjutnya, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, atas temuan jenis ancaman bencana, kerentanan, dan kapasitas serta hal upaya apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko.

Selanjutnya peserta kegiatan diajak untuk menginventarisir, memetakan dan menilai jenis ancaman bencana yang di temukan dalam setiap kelompok kajian risiko. Bersama-sama menilai sejauh mana dampaknya pada kehidupan dan penghidupan masyarakat, dan menilai kemungkinan (probabilitas) terjadinya.

“Berbeda tempat akan berbeda jenis ancaman, berbeda ancaman akan berbeda bentuk tindakan untuk antisipasinya. Hal yang bisa kita lakukan adalah mengurangi risiko atau dampak dari bencana, dengan meningkatkan kapasitas dan mengurangi kerentanan. Kajian risiko ini, kita berdiskusi untuk menggali jenis ancaman apa disekitar kita, kerentanan dan kapasitas apa yang kita miliki. Selanjutnya setelah proses kajian ini kita dapat menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) desa,” tegas Eli Sunarso di akhir proses kajian risiko di desa Oro-Oro Ombo. (Inh)

Aspek Keselamatan dan Kesejahteraan Masyarakat pada Industri Pengeboran Panas Bumi Perlu Diperhatikan
Gempa Mamuju, Analisis Geologi Kejadian Gempa Bumi Merusak
Tsunami Alat Legitimasi, Ungkap Peristiwa berbasis Geo-Mitologi
Bengawan Solo, Melintas Area dan Lini Masa (1)

Terkait

Terkini