Bakat adalah Kodrat Bukan Kelebihan, Berikut Cara Mengenali Kelebihan Anda!

Semua pertanyaan itu akan lebih akurat menjawab kelebihan anda, jika anda membayangkan diri anda masih dalam usia 0 -12 tahun, usia dimana anda masih belum banyak distraksi atau gangguan lingkungan. Jadi berusahalah mengkilas balik apa yang kira-kira anda lakukan di waktu anda pada rentang usia tersebut.

16 November 2023, 09:58 WIB

Nusantarapedia.net | KEMANUSIAAN — Bakat adalah Kodrat Bukan Kelebihan, Berikut Cara Mengenali Kelebihan Anda!

Oleh : Ndari Purwanda

“Saya tidak memiliki bakat apapun! yang hanya bisa saya lakukan, hanya menjadi kuli bangunan, karena hanya tenaga yang aku punya, otakku tak sepintar mereka, dan hanya itu cara saya mencari uang, sudah itu saja!”

“Kami tidak bisa seperti orang tua yang lain yang bisa membuat anaknya berbakat dengan memasukkan mereka pada les-les pengasah bakat, karena keterbatasan ekonomi kami, endingnya anak-anak kami  tidak akan pernah memiliki bakat seperti anak mereka!”

“Aku tidak bisa sepertinya, sukses dan pintar sekali berjualan, sementara aku, jangankan berjualan, menawarkan barang saja aku malu. Ah! aku memang payah, manusia yang tidak punya kelebihan”

Sebagian dari anda, dulu atau bahkan sekarang, tentunya pernah berada dalam situasi dan ilustrasi di atas bukan? terpuruk dalam pencarian jati diri, kelebihan, bakat dan kecerdasan. Merasa tidak pernah menjadi siapa pun, karena tidak memiliki apapun untuk bisa dibanggakan dan dianggap lebih. Tidak mengherankan sebenarnya, karena hal itu akan terjadi pada siapa pun, terutama generasi X dan generasi Y yang pola didik dan asuh orang tua serta sistem pendidikan yang sama sekali tidak ada penggalian kecerdasan, minat dan bakat anak. Jika ada generasi ini yang paham bakat dan kecerdasan mereka dengan detail,  artinya memang dia benar-benar mendalami ilmu bakat, dan itupun dideteksi dengan mengkilas balik kejadian-kejadian masa kecil yang digunakannya sebagai petunjuk tentang pencarian bakat yang dimilikinya.

Orang tua seringkali mencekoki kita dengan membuat standar tertentu untuk mendefinisikan apa itu sukses, bahwa sukses sejatinya adalah menjadi pegawai negeri, hidup enak di kota besar, kerja di dalam ruangan yang berpendingin, pegangnya komputer dan naik mobil kemana-mana. Sementara menurut mereka, definisi orang gagal adalah mereka sendiri orang tua yang kerjanya di sawah, kepanasan, kerja berat, angkat junjung, rekasa, dan penghasilan yang tidak seberapa. Mereka mewanti-wanti pada anaknya, untuk tidak meniru apa yang dilakukan orang tuanya, “Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa dari hanya menjadi seorang petani selain hanya penderitaan dan kesengsaraan!”.

Mereka tidak sadar bahwa pola pikir yang mereka tanamkan dampaknya sangat besar untuk masa depan anak-anaknya , bahkan tidak main-main, mereka juga mempertaruhkan masa depan bangsa dan negaranya. Yang akhirnya juga akan berpengaruh pada masa depan orang tua dan anak-anaknya sendiri. Lingkaran setan yang seolah tak terputus dan telah mengakar, mendarahdaging dalam budaya masyarakat kita. Indonesia yang dulu pernah bergelar sebagai negara dengan swasembada pangan makin lama makin luntur, berganti dengan “Negara yang subur, lahan pertanian dan perkebunan yang luas tapi hobinya impor bahan pangan!”, mirisnya yang mengimpor adalah negara yang lebih kecil luas lahan pertaniannya, yang tidak terlalu subur tanahnya, pasokan air yang tak sekaya dan seluas Indonesia. Mau komen apa sampai bingung ya? Kok bisa?

Jika orang tua saja tidak bisa menilai kelebihan dan bakat mereka, bahkan menganggap dirinya orang bodoh karena mau menjadi petani, menganggap pekerjaannya adalah pekerjaan paling hina dan bersumpah tidak akan mewariskan bakat mereka pada anak-anaknya. Lantas bagaimana anak-anak akan belajar mengenali bakat dan kelebihan mereka? Padahal faktanya, bakat dan kecerdasan adalah kodrat dan rezeki dari Allah yang telah dianugerahkan pada manusia bahkan sebelum mereka ditakdirkan.

Data tentang watak, kecerdasan dan bakat diambil dari DNA kedua orang tuanya dan diprogram dalam salah satu bagian otak yakni pada lobus paretalis. Salah besar jika anda menyimpulkan bahwa anda tidak memiliki bakat sama sekali, kenyataan yang harus anda terima bahwa bakat itu sudah anda miliki dan tertanam dalam otak anda bahkan sejak anda di dalam kandungan ibu. Dan luar biasanya dapat langsung bisa dibaca seketika saat bayi keluar dari rahim ibunya.

Bagaimana respon anak saat keluar dari buaian ibunya, menangiskah dengan tanpa henti, atau hanya diam tak bersuara, bagaimana responnya saat buang air kecil, buang air besar, minta makan, minta ASI, dengan menangiskah atau hanya tenang tak bersuara. Itu semua adalah watak dan kecerdasan yang sudah diprogram dengan demikian detailnya oleh penciptanya. Anda juga tidak pernah tahu bukan, kenapa semasa kecil anda begitu menyukai ikan, padahal orang tua anda tidak memiliki kolam ikan? Anda juga tidak tahu kenapa anda suka sekali memasak dan bikin aneka kue, padahal orang tua anda tidak pernah mengajari, jangankan bikin kue, makan saja tidak pernah. Anda juga tidak tahu kenapa anda suka sekali membaca buku, padahal orang tua anda sama sekali tidak pernah membelikan buku, atau mengenalkan pada buku?.

Jawabannya, karena memang demikianlah otak anda didesain, anda terlahir dengan watak, kecerdasan dan bakatnya masing masing. Howard Gardner seorang professor penelitian dan pendidikan di Universitas Harvard menyebutkan, bahwa semua manusia memiliki delapan kecerdasan dasar yang penggunaanya tergantung pada pilihan kita dan pada tugas apa yang kita kerjakan.

Terkait

Terkini