Bengawan Solo, Melintas Area dan Lini Masa (1)

'Mata air mu dari Solo, terkurung gunung seribu, air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut …'

4 Maret 2022, 21:54 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Pekerjaan Umum — Bengawan Solo, Melintas Area dan Lini Masa

‘Pada suatu sore, di atas jembatan lama Jurug, kupandang sungai Bengawan Solo, sembari kunyanyikan lagu Bengawan Solo yang melegenda. Teringat cerita papaku akan sungai ini yang melegenda. Dari tuturnya membawaku pada lini masa yang jauh kembali ke masa lalu, dari cerita manusia purba, kerajaan Medang, perang Pajang melawan Jipang, Bandar-bandar dagang hingga banjir kota Solo …’

‘Mata air mu dari Solo, terkurung gunung seribu, air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut …’

Di atas adalah petikan dari lirik lagu Bengawan Solo yang diciptakan oleh buaya keroncong asal Solo, Gesang namanya (alm).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo adalah tipe sungai dengan pola aliran rectangular dengan catchment area dan kelerengan datar dan rendah di bagian tengah dan hilir juga berkelok-kelok (meander). Di bagian hulu berbentuk pola aliran radial dengan kelerengan yang terjal karena mengikuti struktur perbukitan.

DAS di wilayah tengah dan hilirnya lebih panjang dari wilayah hulunya. Sungai ini merupakan sungai terpanjang di pulau Jawa sepanjang 549 km dari hulu sampai hilir.

Berhulu di bagian selatan pada kawasan pegunungan Seribu, yakni; Hulu utama di daerah tangkapan air di kawasan Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri Jawa Tengah, terutama dari hulu sungai Muning dan kali Tenggar di desa Jeblogan Karang Tengah. Hulu kedua di daerah Ponorogo dan Madiun Jawa Timur, dari cabang-cabang sungai kecil. Keduanya termasuk dalam kawasan karst gunung Sewu (seribu) yang berada di wilayah selatan pulau Jawa.

Bengawan Solo bermuara di laut Jawa, tepatnya di daerah Pangkah kabupaten Gresik Jawa Timur. Karena banyak faktor untuk menunjang eksistensi sungai dan aspek sosiologis lainnya, pemerintah Hinda Belanda merekayasa muara sungai dengan di bangunnya Delta Bengawan Solo di desa Ujung Pangkah tersebut.

Muara sungai tidak hanya sekedar muara, tetapi dalam bentuk Delta yang telah memenuhi banyak kajian teknis, salah satunya saat ini pada dampak sedimentasi yang mencapai 17 juta ton lumpur per tahunnya. Juga menyelamatkan selat Madura yang berperan penting untuk menghubungkan pulau Madura dengan pulau Jawa.

Tak mengherankan bila Bengawan Solo purba bermuara di Samudra Hindia (laut selatan) dari hulu yang sama, karena jarak hulu sungai di gunung Sewu lebih dekat bermuara ke selatan dibandingkan ke laut utara.

Indonesia yang berada di jalur lempeng Indo-Australia dan cincin api (ring fire) berpotensi terjadi tumbukan antar lempeng yang mengakibatkan terjadinya peristiwa alami seperti gempa bumi dan pengangkatan lempeng tektonik, di samping potensi erupsi gunung berapi.

Akibat pengangkatan lempeng tektonik tersebut, aliran sungai Bengawan Solo berubah arah ke utara dengan bermuara di laut Jawa. Proses geologi ini terjadi empat juta tahun yang lalu.

Proses tersebut disebabkan karena tumbukan lempeng Australia dan Eurasia, yang mana massa jenis lempeng Australia lebih berat. Akibatnya menjadi berat sebelah, lempeng Eurasia menjadi terangkat ke permukaan. Proses ini disebut sebagai zona subduksi atau penunjaman. Penunjaman tersebut membuat pengangkatan perairan laut dangkal yang berciri terumbu karang, koral serta aneka batuan berada di atas, kemudian membentuk menjadi zona perbukitan Sewu. Pendek kata, Gunung Sewu merupakan laut dangkal yang terangkat.

Pada dampak yang lebih luas, berpengaruh dengan struktur perbukitan yang berada di utara Jawa pada jalur pegunungan Kendeng dan Rembang. Lipatan-lipatan di dalamnya turut serta berpengaruh pada perubahan jalur muara sungai Bengawan Solo purba.

Jejak sungai Bengawan Solo purba dinamakan cekungan Baturetno, berhulu di Gajah Mungkur bermuara di Pantai Sadeng Gunung Kidul, Yogyakarta.

Dalam perkembangannya, Morfologi daerah-daerah dalam kawasan DAS Bengawan Solo membentuk cekungan yang di kurung oleh banyak gunung dan perbukitan. Munculnya gunung berapi Lawu (gunung Lawu) di Karanganyar Jawa Tengah dan gunung Nglanggeran Purba serta Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya membuat posisi morfologi geologi terutama di kota Solo terjebak pada cekungan tersebut.

Seperti di ketahui, Bengawan Solo yang melintas area di wilayah Jateng dan Jatim, tetap ngebrand dengan julukan sungai atau bengawan di daerah Solo, karena dari sejarahnya peradaban yang timbul dan berkembang sampai sekarang berada di episentrum kota Solo. Solo atau Surakarta adalah daerah kotamadya, provinsi Jawa Tengah.

Cekungan tersebut yang akhirnya membuat kota Solo rawan terhadap potensi banjir dan perubahan struktur tanah yang labil. Cekungan yang terkurung gunung Sewu di selatan, Merapi di barat, Gunung Kendeng di utara dan gunung Lawu di timur, telah benar-benar membuat Kota Solo terkurung. Solo pernah dilanda banjir besar pada bulan Maret 1966.

DAS Bengawan Solo di daerah hulu melingkupi beberapa wilayah administrasi kabupaten di provinsi Jateng dan Jatim, yaitu; Kabupaten Wonogiri (daerah tangkapan air), Karanganyar, Klaten, Boyolali dan Sragen. Wilayah Jatim meliputi; Ponorogo dan Madiun (hulu ke-dua).

Kabupaten Sukoharjo, kotamadya Solo, Ngawi, Madiun, Magetan, Blora, dan Cepu merupakan DAS Bengawan Solo wilayah tengah. Untuk DAS hilirnya berada di wilayah administratif kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan
Gresik, kesemuanya masuk wilayah provinsi Jatim.

Kronik Kali Opak, dalam Romantisme, Manajemen Air dan Gempa (1)

Bengawan Solo dalam Lini Masa

Empat juta tahun yang lalu Bengawan Solo sudah lahir dari proses geologi bumi hingga menjadi yang sekarang ini dengan perubahan morfologinya.

Di situ ada air di situlah awal kehidupan bermula. Makhluk hidup secara alami akan hidup tidak jauh dari sumber air.

Sepanjang DAS Bengawan Solo terutama di tengah dan hilir yang berbentuk teras-teras di kanan dan kiri sungai terdapati potensi peninggalan paleoantropologi dan arkeologi yang mengendap bersama dengan deposisi teras tersebut. Di dalamnya terdapat fosil-fosil flora dan fauna, artefak, tulang serta specimen manusia purba.

Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, pada tahun 2012 hingga 2014 telah memetakan teras purba Bengawan Solo yang berpotensi terdapat tinggalan arkeologi manusia purba teridentifikasi sebanyak 41 titik. Titik teras purba tersebut hanya berada di wilayah DAS tengah dari desa Medalem sampai Ngandong, belum lagi potensi di bagian tengah yang lain, hulu maupun hilir.

Ditemukannya tengkorak dan tulang Meganthropus Palaeojavanicus, Homo Erectus, Pitecanthropus Erectus, Homo Wajakensis dan Soloensis serta aneka fosil mamalia seperti gading gajah dan aneka hewan biota laut membuktikan telah ada kehidupan di Bengawan Solo sekitar satu juta tahun yang lalu, juga 2 – 4 juta tahun yang lalu dari fosil biota lautnya.

Saat ini museum Sangiran dan Trinil merupakan museum terbesar untuk pusat penelitian dan pengembangan kajian manusia purba, serta di bangunnya beberapa museum untuk menampung artefak baru yang terus ditemukan hingga kini. Museum dan situs tersebut diantaranya; Museum Krikilan, Bukuran dan Dayu. Hal tersebut berangkat dari banyaknya sebaran situs yang di temukan selain di Sangiran dan Trinil, seperti di daerah Sambungmacan, Selopuro, Cemeng, Ngandong dan lainnya.

Sungai Bengawan Solo bersama Sungai Bogowonto, Elo, Progo, dan Opak adalah sungai besar yang sangat vital bagi kelangsungan kerajaan Mataram kuno. Simbolisasi kosmos ala kerajaan Medang dengan sungai-sungai tersebut menjadi kesatuan pandang akan keberadaan gunung-gunung di sekitar pusat kerajaan. Pegunungan Kendeng dan Rembang, Lawu, Sewu, Merapi dan Slamet menjadi kesatuan landscape Mataram kuno yang di agungkan, guna banyak target pencapaian di dalamnya.

Pada era pemerintahan Dyah Balitung di Medang i Mataram yang memerintah tahun 899 M hingga pemerintahan terakhir Mpu Sindok pada 929 M. Raja Balitung yang membawahi kerajaan vasal di Jawa Timur dipastikan banyak mobilitas yang menggunakan sungai Bengawan Solo sebagai penghubung wilayah Jawa bagian barat sungai (Jateng) sebagai pusat ibu kota dan Jawa bagian timur sungai (Jatim) sebagai daerah bawahan kerajaan.

Hingga Mpu Sindok memindahkannya Medang i Mataram ke daerah di Wwatan (Magetan Jawa Timur) tentu di landasi pada aspek keberadaan sungai tersebut yang berperan besar. Seperti diketahui, pusat kerajaan Medang di Wwatan dekat dengan Sungai Bengawan Solo sebagai maksud sarana moda transportasi dan perdagangan yang melalui jalur sungai. Dilalui oleh kapal-kapal besar yang melewati jalur sungai dari dan menuju pelabuhan di utara Jawa. Hal ini untuk menghubungkan Wwtan dengan kerajaan-kerajaan di Swarnadwipa (Sumatra), khususnya Sriwijaya.

(bersambung bagian 2 …)

Bengawan Solo, Melintas Area dan Lini Masa (2)
Arsitektur Sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Islam

Terkait

Terkini