Desa Wisata Nganjat Sentra Ikan Nila, “Gemah Ripah Loh Jinawi” Minapolitan di Kota “Seribu Mata Air”

Produksi ikannya menjadi mata pencaharian bagi warga desa yang tak lekang ditelan jaman. Ya, ikan nila adalah "nyala api" bagi masyarakat Desa Nganjat yang dipimpin oleh Kepala Desa Pandu Sudjatmoko ini

29 September 2023, 19:05 WIB

Nusantarapedia.net | JURNAL, TOURISM — Desa Wisata Nganjat Sentra Ikan Nila, “Gemah Ripah Loh Jinawi” Minapolitan di Kota “Seribu Mata Air”

“Rerata kolam per tahunnya panen ikan 2 hingga 3 kali. Per masa panen dengan durasi 4-5 bulan dengan menghasilkan 2-3 ton ikan segar. Maka angka kirkanya, sebanyak 2 ton ikan dikalikan 3 kali panen, dikalikan 90 kolam, didapatkan hasil 500-600 ton ikan segar konsumsi diproduksi oleh Desa Nganjat per tahunnya. Sekitar 30.000-40.000 ton ikan diproduksi di Klaten per tahunnya.”

Untuk harga per kilogramnya di angka Rp26-28 ribu. Maka per kolamnya menghasilkan omset Rp56 juta, dengan keuntungan berkisar 7-10 juta, bahkan bila beruntung saat kebutuhan permintaan tinggi, sedangkan stok produksi di berbagai daerah kurang (kosong) bisa untung hingga 15 juta
IMG 20230928 125555 665
Sehatnya ikan di kolam budidaya.

KLATEN adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah.

Wilayah Kabupaten Klaten dengan 5 kota kecamatan satelit, yakni eks-Kawedanan Gondang Winangun, Wedi, Pedan, Jatinom, dan Delanggu, adalah kota kecamatan penyangga Klaten. Kelima kota satelit tersebut turut andil besar dalam menyangga gerak ekonomi daerah, dan umumnya dinamika sosial budaya entitas Klaten.

Secara geografi dan topografi, Klaten yang cenderung datar dengan tingkat kemiringan yang sedang di utara dan barat laut karena faktor Gunung Merapi, dan kemiringan di selatan dan tenggara karena bagian dari Pegunungan Sewu. Akhirnya, Klaten pun menjadi surganya jelai (padi) karena melimpahnya sumber mata air. Klaten disebut dengan “Seribu Mata Air” benar adanya. Klaten menjadi penyangga pangan nasional dengan produksi berasnya dan di beberapa titik menjadi kawasan minapolitan dan eco-wisata.

Klaten dengan luas wilayah 655,6 km², secara administratif terdiri dari 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Demografi Klaten dengan 1,247,064 jiwa (BPS:2023), membuktikan sebagai daerah “reja:ramai” karena letaknya yang strategis di tengah jantung kebudayaan Mataraman, diapit oleh Kota Solo dan Yogya, maka tidak mengherankan, Klaten sejak era Mataram kuno (poros Kedu-Prambanan) sudah menjadi bagian episentrum ibu kota Mataram yang tentunya padat penduduk, senafas bertumbuh-kembangnya utilitas infrastruktur publik yang lengkap, dari era ke era.

Legenda Roro Jonggrang Prambanan, kisah cinta Rakai Pikatan, era Joko Tingkir, Sultan Agung, Kartasura hingga Surakarta dan Yogyakarta, pun khususnya di Klaten dengan adanya pusat Geologi Bayat, tradisi Grebeg Saparan Ya Qowiyyu atau tradisi apeman, Sunan Bayat, Ki Ronggo Warsito, beras Delanggu, cor logam Batur, Rowo Jombor “Bedugul van Klaten”, wisata Minapolitan Polanharjo, hingga kondangnya Klaten akan pertambangan pasir dan batunya di kawasan Merapi, menjadi cerita indah kebesaran sebuah negri. Bila Nuspedian berkunjung ke Solo atau Yogya, rasanya kurang lengkap bila tidak mengunjungi Klaten, istimewa sumber mata air Cokro, Ponggok, Nganjat dan wisata air lainnya.

Salah satu tujuan wisata recommended di Klaten adalah kawasan minapolitan yang terletak di eks-Kawedanan Jatinom, yakni di Kecamatan Polanharjo, Karanganom dan Tulung, bertumbuh sebagai kawasan minapolitan, khususnya di Kecamatan Polanharjo dengan luas wilayah 23,84 km² dengan 40.065 penduduknya. (BPS:2022)

Kecamatan Polanharjo menjadi berkah tersendiri atas melimpahnya sumber mata air, karena menjadi daerah panen air dari faktor keberadaan Gunung Merapi-Merbabu sebagai daerah tangkapan air, seperti akhirnya menjadi daerah lintasan DAS (Daerah Aliran Sungai) dan ragam jenis akuifer (mata air) di kawasan minapolitan.

IMG 20230928 124919 221
IMG 20230928 141443 517
IMG 20230928 140750 146
IMG 20230928 140249 797
Kawasan “Desa Wisata Nganjat Sentra Ikan Nila”.

Adalah Desa Nganjat Kecamatan Polanharjo, desa yang menjadi satu kawasan dengan Desa Ponggok, Jimus dan sekitarnya ini, adalah sebuah desa kecil sentra ikan nila. Produksi ikannya menjadi mata pencaharian bagi warga desa yang tak lekang ditelan jaman. Ya, ikan nila adalah “nyala api” bagi masyarakat Desa Nganjat yang dipimpin oleh Kepala Desa Pandu Sudjatmoko ini.

Luapan beberapa sumber mata air dengan debit yang besar, termasuk Umbul Ponggok, mengalir ke Timur melalui Desa Nganjat, sebelum akhirnya mengairi lahan persawahan hingga terus mengalir ke Timur hingga bertemu di pusat sungai Bengawan Solo.

Di Desa Nganjat, mulai dari sungai, anak sungai (sepanjang bantaran kali), parit sawah, saluran air (selokan), hingga ruang sekecil apapun menjadi tempat lalu lintas air.

Berkah alam itu, membentuk budaya masyarakat Nganjat kompeten soal pertanian ikan. Di kebun-kebun warga, empang, sudut-sudut desa, hingga tanah kas desa milik Kantor Desa (Pemerintah Desa) Nganjat terbentang ratusan kolam ikan.

Gemericik suara aliran air, beningnya air, deru kincir air kolam, warna-warni ikan, hingga bau amisnya kolam yang khas, membawa pada suasana yang tentram, bahwa “gemah ripah loh jinawi” itu nyata, pun akhirnya rasa lapar pun datang, membayangkan betapa gurihnya ikan Nila goreng. Waw, sedapnya! Ikan Nila di “Desa Wisata Sentra Ikan Nila Nganjat”.

Ayo, berwisata ke “Desa Wisata Sentra Ikan Nila Nganjat”, melihat ratusan kolam ikan, bagaimana ikan diproduksi dari mulai tebar benih hingga panen. Bila ingin berenang, sudah tersedia kolam renang. Bila Anda lelah setelah jalan-jalan melihat pak tani menanam padi, sekalian menyusuri perkampungan tua, saatnya Anda beristirahat di Pandu homestay.

IMG 20230928 141653 980
IMG 20230928 130539 722
IMG 20230928 140949 624
IMG 20230928 135914 958
IMG 20230928 125524 034
Kolam ikan di lahan tanah kas desa.

Terkait

Terkini